Kali ini Bagus Journey mau share yang berhubungan dengan sosiologi yakni Fungsionalisme Struktural silakan baca terus kawan, semoga bermanfaat.
Oleh: Guntur Petrus - Anggota Institut Sosial Humaniora 'tiang bendera' ITB
Di masa lalu manusia adalah yang utama,Oleh: Guntur Petrus - Anggota Institut Sosial Humaniora 'tiang bendera' ITB
di masa depan sistem adalah yang utama.
- Frederick W. Taylor (Kanigel 1997)
Pasca perang dunia II Fungsionalisme struktural memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu sosiologi, tetapi setelah beberapa Dekade sesudahnya paham ini kehilangan giginya dan hanya dianggap sebagai “tradisi” teoritis (Colomy,1990). Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa paham ini berperan penting dalam kelahiran Neofungsionalisme, sebagai contoh gerakan menuju analisis sintesis dalam teori sosiologi. Selama beberapa tahun, alternatif utama untuk fungsionalisme struktural ialah Teori Konflik. Menurut Thomas Bernard (1983) Fungsionalisme Struktural memiliki domain di Teori Konsensus, dan teori konflik sosiologi memiliki domain di Teori Konflik.
Teori Konsensus memandang nilai dan norma sebagai landasan masyarakat, memusatkan perhatiannya pada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat. Sedangkan Teori Konflik menekankan pada dominasi kelompok sosial tertentu atas kelompok sosial yang lain, melihat keteraturan sosial sebagai rekayasa dan kontrol oleh kelompok dominan, dan memandang perubahan sosial dapat terjadi secara cepat dan tak teratur, yaitu ketika kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang dominan.
Meskipun kita dapat melihat perbedaan yang esensial antara keduanya melalui pndefenisian diatas. Namun Bernard melihat kedua kubu ini memiliki kesamaan yang lebih besar, yaitu keduanya memusatkan perhatiannya pada Struktur Sosial. Sehingga menurut Rizer keduanya berada pada paradigma sosiologi yang sama.
Fungsionalisme Struktural
Dalam fungsionalisme struktural, istilah struktural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa perlu mengetahui fungsinya begitu juga sebaliknya. Fungsionalisme kemasyarakatan (Societal Functionalism), sebagai salah satu pendekatan fungsionalisme struktural, paling dominan digunakan para fungsionalis struktural. Perhatian utama dari fungsionalisme kemasyarakatan ini ialah struktur sosial dan institusi masyarakat secara luas, hubungannya dan pengaruhnya terhadap anggota masyarakat (individu/pemain).
1. Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional & Kritiknya (Kingsley Davis dan Wilbert Moore)
Menurut mereka, dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas, stratifikasi sosial merupakan fenomena yang penting dan bersifat universal. Stratifikasi adalah keharusan fungsional, semua masyarakat memerlukan sistem seperti dan keperluan ini sehingga memerlukan stratifikasi. Mereka memandang sistem stratifikasi sebagai sebuah struktur, dan tidak mengacu pada stratifikasi individu pada system stratifikasi, melainkan pada sistem posisi (kedudukan).
Pusat perhatiannya ialah bagaimana agar posisi tertentu memiliki tingkat prestise berbeda dan bagaimana agar individu mau mengisi posisi tersebut. Masalah fungsionalnya ialah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan menempatkan setiap individu pada posisi yang tepat. Secara stratifikasi masalahnya ialah bagaimana meyakinkan individu yang tepat pada posisi tertentu dan membuat individu tersebut memiliki kualifikasi untuk memegang posisi tersebut.
Penempatan sosial dalam masyarakat menjadi masalah karena tiga alasan mendasar,
- Posisi tertentu lebih menyenangkan daripada posisi yang lain
- Posisi tertentu lebih penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat daripada posisi yang lain
- Setiap posisi memiliki kualifikasi dan bakat yang berbeda.
Posisi yang tinggi tingkatannya dalam stratifikasi cenderung untuk tidak diminati tetapi penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat, juga memerlukan bakat dan kemampan terbaik. Pada keadaan ini masyarakat dianjurkan agar memberi reward kepada individu yang menempati posisi tersebut agar dia menjalankan fungsinya secara optimal. Jika ini tidak dilakukan maka masyarakat akan kekurangan individu untuk mengisi posisi tesebut yang berakibat pada tercerai-berainya masyarakat.
Adapun kritik terhadap Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional ialah :
- Teori ini menolak keberadaan masyarakat tanpa kelas pada waktu kapanpun.
- Teori ini melanggengkan orang yang pada keadaan awal telah memiliki kekuasaan, prestise dan uang.
- Posisi penting yang disebutkan dalam teori ini merupakan sesuatu yang relatif satu dengan yang lain.
2. Fungsionalisme Struktural Taclott Parsons
Fungsionalisme Struktural Parsons mengenal empat fungsi penting untuk semua system dan terkenal dengan istilahAGIL. Fungsi-fungsi penting tersebut ialah Adaptation, Goal Atteinment, Integration, dan Latency.
Agar dapat bertahan setiap sistem harus :
- Adaptation, Sistem tersebut harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan setelah itu membuat lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
- Goal Atteinment, Sistem tersebut harus mendefenisikan dan mencapai tujuannya.
- Integration, Sistem tersebut harus mampu mensinergiskan antar komponen dalam sistem tersebut dan juga ketiga fungsi yang lain (Adaptation, Goal Atteinment, Latency)
- Latency, Sistem tersebut juga harus memelihara dan mendialektikakan pola-pola kultural yang menopang dan menciptakan motivasi.
Berikut contoh penggunaan skema AGIL Parsons yang digunakan pada bahasan empat sistem tindakan dibawah.
Organisme perilaku ialah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan system dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Sistem Sosialmenjalankan fungsi integrasi dengan mengendalikan setiap komponennya. Dan Sistem Kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola.
Sistem Sosial didefenisikan sebagai aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan dan kultur. Meskipun Parsons melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi tetapi dia tidak menggunakan aktor sebagai bagian fundamental dari interaksi tersebut, melainkan peran dan status aktor tersebutlah yang menjadi unit fundamental. Status ialah posisi dia dalam struktur sosial, peran ialah fungsi yang dijalankannya dalam posisi struktur.
Jelas bahwa Parsons memadang keadaan ini secara sistem, aktor tidak dilihat dari tindakan dan sudut pikirannya, tetapi hanya status dan perannya. Cara pandang Parsons secara sistem ini dan aliran fungsionalis yang dipegangnya melahirkan persyaratan sebuah sistem agar berkelanjutan:
1. Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain
2. Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain
3. Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional
4. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya
5. Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu
6. Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan
7. Sistem harus memiliki bahasa Aktor dan Sistem Sosial.
Meskipun Parsons memandang keadaan ini dengan cara pandang sistem tetapi dia tidak mengabaikan interaksi antara aktor dengan Sistem Sosialnya. Menurutnya persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses Sosialisasi yang sukses, nilai dan norma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial ini menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang mengejar kepentingan sistem sosialnya.
Proses sosialisasi ini berhubungan dengan pengalaman hidup (dan spesifik) dan harus berlangsung secara terus menerus, karena nilai dan norma yang diproleh sewaktu kecil tidaklah cukup untuk menjawab tantangan ketika dewasa.
Sistem kultural merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem, kultur menengahi interaksi antar aktor, menginteraksikan kepribadian dan menyatukan sistem sosial.
Teori Konsensus memandang nilai dan norma sebagai landasan masyarakat, memusatkan perhatiannya pada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat. Sedangkan Teori Konflik menekankan pada dominasi kelompok sosial tertentu atas kelompok sosial yang lain, melihat keteraturan sosial sebagai rekayasa dan kontrol oleh kelompok dominan, dan memandang perubahan sosial dapat terjadi secara cepat dan tak teratur, yaitu ketika kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang dominan.
Meskipun kita dapat melihat perbedaan yang esensial antara keduanya melalui pndefenisian diatas. Namun Bernard melihat kedua kubu ini memiliki kesamaan yang lebih besar, yaitu keduanya memusatkan perhatiannya pada Struktur Sosial. Sehingga menurut Rizer keduanya berada pada paradigma sosiologi yang sama.
Fungsionalisme Struktural
Dalam fungsionalisme struktural, istilah struktural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa perlu mengetahui fungsinya begitu juga sebaliknya. Fungsionalisme kemasyarakatan (Societal Functionalism), sebagai salah satu pendekatan fungsionalisme struktural, paling dominan digunakan para fungsionalis struktural. Perhatian utama dari fungsionalisme kemasyarakatan ini ialah struktur sosial dan institusi masyarakat secara luas, hubungannya dan pengaruhnya terhadap anggota masyarakat (individu/pemain).
1. Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional & Kritiknya (Kingsley Davis dan Wilbert Moore)
Menurut mereka, dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas, stratifikasi sosial merupakan fenomena yang penting dan bersifat universal. Stratifikasi adalah keharusan fungsional, semua masyarakat memerlukan sistem seperti dan keperluan ini sehingga memerlukan stratifikasi. Mereka memandang sistem stratifikasi sebagai sebuah struktur, dan tidak mengacu pada stratifikasi individu pada system stratifikasi, melainkan pada sistem posisi (kedudukan).
Pusat perhatiannya ialah bagaimana agar posisi tertentu memiliki tingkat prestise berbeda dan bagaimana agar individu mau mengisi posisi tersebut. Masalah fungsionalnya ialah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan menempatkan setiap individu pada posisi yang tepat. Secara stratifikasi masalahnya ialah bagaimana meyakinkan individu yang tepat pada posisi tertentu dan membuat individu tersebut memiliki kualifikasi untuk memegang posisi tersebut.
Penempatan sosial dalam masyarakat menjadi masalah karena tiga alasan mendasar,
- Posisi tertentu lebih menyenangkan daripada posisi yang lain
- Posisi tertentu lebih penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat daripada posisi yang lain
- Setiap posisi memiliki kualifikasi dan bakat yang berbeda.
Posisi yang tinggi tingkatannya dalam stratifikasi cenderung untuk tidak diminati tetapi penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat, juga memerlukan bakat dan kemampan terbaik. Pada keadaan ini masyarakat dianjurkan agar memberi reward kepada individu yang menempati posisi tersebut agar dia menjalankan fungsinya secara optimal. Jika ini tidak dilakukan maka masyarakat akan kekurangan individu untuk mengisi posisi tesebut yang berakibat pada tercerai-berainya masyarakat.
Adapun kritik terhadap Teori Stratifikasi Struktural-Fungsional ialah :
- Teori ini menolak keberadaan masyarakat tanpa kelas pada waktu kapanpun.
- Teori ini melanggengkan orang yang pada keadaan awal telah memiliki kekuasaan, prestise dan uang.
- Posisi penting yang disebutkan dalam teori ini merupakan sesuatu yang relatif satu dengan yang lain.
2. Fungsionalisme Struktural Taclott Parsons
Fungsionalisme Struktural Parsons mengenal empat fungsi penting untuk semua system dan terkenal dengan istilahAGIL. Fungsi-fungsi penting tersebut ialah Adaptation, Goal Atteinment, Integration, dan Latency.
Agar dapat bertahan setiap sistem harus :
- Adaptation, Sistem tersebut harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan setelah itu membuat lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
- Goal Atteinment, Sistem tersebut harus mendefenisikan dan mencapai tujuannya.
- Integration, Sistem tersebut harus mampu mensinergiskan antar komponen dalam sistem tersebut dan juga ketiga fungsi yang lain (Adaptation, Goal Atteinment, Latency)
- Latency, Sistem tersebut juga harus memelihara dan mendialektikakan pola-pola kultural yang menopang dan menciptakan motivasi.
Berikut contoh penggunaan skema AGIL Parsons yang digunakan pada bahasan empat sistem tindakan dibawah.
Organisme perilaku ialah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan system dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Sistem Sosialmenjalankan fungsi integrasi dengan mengendalikan setiap komponennya. Dan Sistem Kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola.
Sistem Sosial didefenisikan sebagai aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan dan kultur. Meskipun Parsons melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi tetapi dia tidak menggunakan aktor sebagai bagian fundamental dari interaksi tersebut, melainkan peran dan status aktor tersebutlah yang menjadi unit fundamental. Status ialah posisi dia dalam struktur sosial, peran ialah fungsi yang dijalankannya dalam posisi struktur.
Jelas bahwa Parsons memadang keadaan ini secara sistem, aktor tidak dilihat dari tindakan dan sudut pikirannya, tetapi hanya status dan perannya. Cara pandang Parsons secara sistem ini dan aliran fungsionalis yang dipegangnya melahirkan persyaratan sebuah sistem agar berkelanjutan:
1. Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain
2. Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain
3. Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional
4. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya
5. Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu
6. Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan
7. Sistem harus memiliki bahasa Aktor dan Sistem Sosial.
Meskipun Parsons memandang keadaan ini dengan cara pandang sistem tetapi dia tidak mengabaikan interaksi antara aktor dengan Sistem Sosialnya. Menurutnya persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses Sosialisasi yang sukses, nilai dan norma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial ini menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang mengejar kepentingan sistem sosialnya.
Proses sosialisasi ini berhubungan dengan pengalaman hidup (dan spesifik) dan harus berlangsung secara terus menerus, karena nilai dan norma yang diproleh sewaktu kecil tidaklah cukup untuk menjawab tantangan ketika dewasa.
Sistem kultural merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem, kultur menengahi interaksi antar aktor, menginteraksikan kepribadian dan menyatukan sistem sosial.
Artikel Ini bersumber dari : http://www.forumsains.com/artikel/39/
Tweet |
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment