Oleh: Nur Arifuddin, M.Pd
Staff Pengajar UIN Malang
Staff Pengajar UIN Malang
Pengertian Konteks
Teori konteks merupakan suatu teori kebahasaan yang diperkenalkan oleh aliran London yang disebut dengan Contextual Approach (al-manhaj as-siyaqi) atau Operational Approach (al-manjah al-‘amali). Firth sebagai tokoh dalam aliran ini telah meletakkan dasar tentang fungsi sosial bahasa. Tokoh-tokoh yang lain misalnya Halliday, Mc Intosh, Sinclair, dan Mitchell (Umar, 1982). Menurut pencetus aliran ini, makna suatu kata terletak pada penggunaannya. Selanjutnya Freesh sebagaimana yang dikutip oleh Umar (1982) menegaskan bahwa makna suatu kata tidak akan terungkap tanpa diletakkan ke dalam unit bahasa, yakni tanpa diletakkan ke dalam konteks yang berbeda.
Konteks diartikan sebagai suatu bunyi, kata, atau frase yang mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran. Konteks juga dapat diartikan sebagai ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana (Kridalaksana, 1984). Secara fungsional, konteks mempengaruhi makna kalimat atau ujaran. Konteks ada yang bersifat linguistik dan non-linguistik (ekstra linguistik). Konteks linguistik menjadi wilayah kajian semantik, sedangkan konteks non-linguistik (ekstra linguistik) menjadi wilayah kajian pragmatik.
Konteks linguistik mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat atau keberadaan suatu kata atau frase yang mendahului atau mengikuti unsur-unsur bahasa (kata/frase) dalam suatu kalimat. Perhatikan contoh di halaman berikut ini.
Contoh A:
1. Ali memetik bunga di halaman rumahnya.
2. Fatimah itu bunga di desanya.
3. Mereka belajar bahasa Arab.
4. Antara sesama menteri tidak ada kesatuan bahasa.
Kata bunga contoh A (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh A (2). Kata bunga pada A (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan biasanya elok warnanya dan harum bauhnya. Bunga juga berarti kembang (Departemen Pendidikan Nasional, 2001). Kata bunga pada A (2) tidak sama maknanya dengan yang ada pada A (1). Kata bunga pada A (2) ini mengacu pada Fatimah. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci yang membedakan makna adalah kata memetik pada A (1) dan Fatimah pada A (2). Peristiwa yang sama juga terjadi pada kata bahasa sebagaimana dalam kalimat A (3) dan (4). Kata bahasa pada contoh A (3) berarti bahasa sebagai alat komunikasi yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, sedangkan pada A (4) berarti tidak ada kesatuan pandangan atau pendapat.
Contoh B
1- يقرأ المسلمون الكتاب في المسجد.
2- يقرأ النصارى الكتاب في الكنيسة.
3- يقرأ الطلاب الكتاب في مكتبة الجامعة.
Kata al-kitab pada B (1) secara semantis berbeda dengan kata al-kitab pada B (2) dan (3). Kata al-kitab pada B (1) mengacu pada kitab suci al-Qur’an. Pemaknaan kata al-kitab sebagai al-Qur’an didukung oleh konteks linguistik, yakni oleh frase sebelum dan sesudahnya, yakni frase al-muslimun dan fil masjid. Kata al-kitab pada B (2) bukan lagi mengacu pada kitab suci al-Qur’an atau kitab-kitab lainnya, melainkan mengacu pada kitab suci umat Nasrani (Injil) atau mengacu pada buku yang substansinya berkaitan erat dengan ajaran keagamaan Nasrani. Kata atau frase kunci yang membentuk konteks sehingga kata al-kitab pada B (2) dimaknai seperti itu adalah frase an-nashara dan fi al-kanisah. Sementara itu, Kata al-kitab pada B (3) bukan lagi mengacu pada kitab al-Qur’an maupun Injil, melainkan mengacu pada buku-buku bacaan umum lainnya yang lazim digunakan dalam perkuliahan. Frase kunci yang memaknai al-kitab seperti itu adalah ath-thulab dan maktabatu al-jami’ah. Dengan demikian, meskipun ketiga kata tersebut (al-kitab) makna dasarnya (makna leksikal) sama, tetapi makna konteksnya berbeda.
Sementara itu, yang dimaksud dengan konteks non-linguistik atau ekstra linguistik adalah suatu konteks yang unsur-unsur pembentuknya berada di luar struktur kalimat. Unsur-unsur konteks meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri) (Leech,1983). Menurut Purwo (1990), unsur-unsur konteks adalah siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat, dan waktu diujarkannya suatu kalimat. Uraian mengenai hal ini telah dikemukakan pada bab I (semantik dan pragmatik).
Teori konteks merupakan suatu teori kebahasaan yang diperkenalkan oleh aliran London yang disebut dengan Contextual Approach (al-manhaj as-siyaqi) atau Operational Approach (al-manjah al-‘amali). Firth sebagai tokoh dalam aliran ini telah meletakkan dasar tentang fungsi sosial bahasa. Tokoh-tokoh yang lain misalnya Halliday, Mc Intosh, Sinclair, dan Mitchell (Umar, 1982). Menurut pencetus aliran ini, makna suatu kata terletak pada penggunaannya. Selanjutnya Freesh sebagaimana yang dikutip oleh Umar (1982) menegaskan bahwa makna suatu kata tidak akan terungkap tanpa diletakkan ke dalam unit bahasa, yakni tanpa diletakkan ke dalam konteks yang berbeda.
Konteks diartikan sebagai suatu bunyi, kata, atau frase yang mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran. Konteks juga dapat diartikan sebagai ciri-ciri alam di luar bahasa yang menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana (Kridalaksana, 1984). Secara fungsional, konteks mempengaruhi makna kalimat atau ujaran. Konteks ada yang bersifat linguistik dan non-linguistik (ekstra linguistik). Konteks linguistik menjadi wilayah kajian semantik, sedangkan konteks non-linguistik (ekstra linguistik) menjadi wilayah kajian pragmatik.
Konteks linguistik mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat atau keberadaan suatu kata atau frase yang mendahului atau mengikuti unsur-unsur bahasa (kata/frase) dalam suatu kalimat. Perhatikan contoh di halaman berikut ini.
Contoh A:
1. Ali memetik bunga di halaman rumahnya.
2. Fatimah itu bunga di desanya.
3. Mereka belajar bahasa Arab.
4. Antara sesama menteri tidak ada kesatuan bahasa.
Kata bunga contoh A (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh A (2). Kata bunga pada A (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan biasanya elok warnanya dan harum bauhnya. Bunga juga berarti kembang (Departemen Pendidikan Nasional, 2001). Kata bunga pada A (2) tidak sama maknanya dengan yang ada pada A (1). Kata bunga pada A (2) ini mengacu pada Fatimah. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci yang membedakan makna adalah kata memetik pada A (1) dan Fatimah pada A (2). Peristiwa yang sama juga terjadi pada kata bahasa sebagaimana dalam kalimat A (3) dan (4). Kata bahasa pada contoh A (3) berarti bahasa sebagai alat komunikasi yang dalam hal ini adalah bahasa Arab, sedangkan pada A (4) berarti tidak ada kesatuan pandangan atau pendapat.
Contoh B
1- يقرأ المسلمون الكتاب في المسجد.
2- يقرأ النصارى الكتاب في الكنيسة.
3- يقرأ الطلاب الكتاب في مكتبة الجامعة.
Kata al-kitab pada B (1) secara semantis berbeda dengan kata al-kitab pada B (2) dan (3). Kata al-kitab pada B (1) mengacu pada kitab suci al-Qur’an. Pemaknaan kata al-kitab sebagai al-Qur’an didukung oleh konteks linguistik, yakni oleh frase sebelum dan sesudahnya, yakni frase al-muslimun dan fil masjid. Kata al-kitab pada B (2) bukan lagi mengacu pada kitab suci al-Qur’an atau kitab-kitab lainnya, melainkan mengacu pada kitab suci umat Nasrani (Injil) atau mengacu pada buku yang substansinya berkaitan erat dengan ajaran keagamaan Nasrani. Kata atau frase kunci yang membentuk konteks sehingga kata al-kitab pada B (2) dimaknai seperti itu adalah frase an-nashara dan fi al-kanisah. Sementara itu, Kata al-kitab pada B (3) bukan lagi mengacu pada kitab al-Qur’an maupun Injil, melainkan mengacu pada buku-buku bacaan umum lainnya yang lazim digunakan dalam perkuliahan. Frase kunci yang memaknai al-kitab seperti itu adalah ath-thulab dan maktabatu al-jami’ah. Dengan demikian, meskipun ketiga kata tersebut (al-kitab) makna dasarnya (makna leksikal) sama, tetapi makna konteksnya berbeda.
Sementara itu, yang dimaksud dengan konteks non-linguistik atau ekstra linguistik adalah suatu konteks yang unsur-unsur pembentuknya berada di luar struktur kalimat. Unsur-unsur konteks meliputi penyapa dan pesapa, konteks sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk suatu tindak verbal (bukan tindak verbal itu sendiri) (Leech,1983). Menurut Purwo (1990), unsur-unsur konteks adalah siapa yang mengatakan kepada siapa, tempat, dan waktu diujarkannya suatu kalimat. Uraian mengenai hal ini telah dikemukakan pada bab I (semantik dan pragmatik).
Tweet |
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment